Tuesday, June 23, 2015

Mimpi

Dulu, ketika masih SMA, aku bermimpi tentang sesuatu yang sampai sekarang membekas di ingatanku. Sebuah mimpi yang aku tak mengerti artinya, tetapi aku masih bisa merasakan kesedihannya. Mimpi ini adalah sebuah kisah cinta yang penuh duka.

Ketika itu aku bermimpi, aku, teman-teman SMA-ku, serta para guruku pergi ke suatu tempat di luar Jakarta untuk field trip atau observasi karya tulis. Di mimpi itu, kami sedang melaksanakan shalat berjamaah di sebuah masjid yang begitu familiar denganku. Setelah kuingat-ingat, masjid itu adalah masjid yang biasa kudatangi ketika aku masih SD dan SMP. Sebuah masjid yang terdapat di sekolahku waktu itu.

Aku adalah seorang anak IPA. Aku dan teman-teman akrabku sangat dekat dengan guru Fisikaku. Di dalam mimpi itu, kami berempat pergi menaiki tangga, lantai kedua masjid. Awalnya tangganya adalah tangga beton biasa. Lalu, tiba-tiba tangga itu berubah menjadi tangga melingkar yang agak sukar untuk dipanjat. Mungkin bukan tangganya yang berubah, tetapi mimpiku saja yang terputus di tengah jalan.

Setelah kami mendaki tangga melingkar itu, kami sampai pada bagian kuba masjid. Bagian dalamnya, lebih tepatnya. Bagian dalam kuba masjid itu tampak agak gelap. Di sana, aku melihat ada miniatur tata surya yang terbuat dari talang air. Planet-planet itu terbuat dari plastik dan bergerak sesuai dengan tata surya menggunakan tenaga aliran air. Mataharinya terbuat dari lampu kuning yang agak besar, yang menggantung pada ujung kuba masjid.

Di saat itu, aku begitu terkagum dengan karya seni tersebut. Sampai sekarang, aku masih memiliki cita-cita untuk membuatnya. Tetapi nampaknya, aku membutuhkan tempat yang cukup luas untuk membuatnya. Mengingat skalanya cukup besar untuk ukuran karya seni.

Setelah terkagum-kagum dengan karya seni dan sains itu, aku melihat seorang lelaki di seberang kami. Lelaki itu memakai jeans biru dengan hoodie putih. Ia terduduk di seberang sana sembari menatap miniatur planet-planet yang sedang berputar mengitari matahari.

Menyadari kedatangan kami, pria itu hanya menatap kami sejenak, lalu mengembalikan pandangannya pada karya seni buatannya. Sambil tersenyum sedih, ia berkata, "Dahulu ada seorang pria yang jatuh cinta pada seorang wanita. Sang ayah meminta pria itu untuk menunjukkan bukti cintanya kepada putrinya. Pria itu akhirnya membuat sebuah minatur tata surya untuk menggambarkan betapa besar dan kompleks cintanya kepada putri sang ayah. Sayangnya, semua itu sudah terlambat. Wanita itu sudah terlanjur menikah dengan orang lain pilihan ayahnya."

Mendengar hal itu, aku jadi ikut turut bersedih. Aku langsung mengetahui bahwa dialah pria yang dimaksud. Sedangkan wanita itu? Entahlah.. aku merasa bahwa wanita itu adalah diriku. Padahal, saat itu aku masih SMA dan belum menikah. Jangankan menikah, pacar saja tidak punya. Tapi, aku bisa merasakan tatapan sedih itu mengarah kepadaku. Jantungku seperti ditusuk, rasanya.
.
.
Sampai sekarang, aku masih mengingat mimpi itu begitu jelas dan terasa nyata. Aku selalu merasa mimpi itu adalah sebuah pertanda. Entah pertanda apa, aku tidak tahu. Yaah, aku tidak begitu mengerti apa maksudnya sampai aku bertemu Pak Sabar.

Sekarang aku menyadari, bahwa wajah Pak Sabar terlihat familiar karena pria yang ada di dalam mimpi itu memiliki wajah yang sangat mirip dengan Pak Sabar.

No comments:

Post a Comment